MEMAHAMI
FUNGSI ASSURANS DAN CONSULTING BAGI APARAT PENGAWAS INTERNAL
PEMERINTAH (APIP)
I.
LATAR
BELAKANG
Masyarakat
mungkin tidak asing dengan lembaga negara bernama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
yang merupakan sebuah lembaga negara dengan tugas mengawasi penyelenggaraan
pemerintah. Namun selain BPK, ada juga Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
sebagai sebuah lembaga pengawas internal, diantaranya Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal pada Kementerian dan Lembaga serta
Inspektorat Daerah Provinsi / Kabupaten / Kota. Pembentukan dua lembaga ini
sesuai dengan kewenangannya bertujuan untuk menjamin agar penyelenggaraan
pemerintahan berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan.
Dengan
adanya komitmen pemerintah untuk mewujudkan good governance maka kinerja atas
penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi perhatian pemerintah untuk
dibenahi, salah satunya melalui sistem pengawasan yang efektif, dengan
meningkatkan peran dan fungsi dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).
Pengawasan intern ini dilakukan mulai dari proses audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan
fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan
telah dilaksanakan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.
Sebagaimana
amanat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah yang mengamanatkan bahwa hasil akhir dari fungsi dan peran
utama APIP adalah melakukan pengawasan dan pembinaan atas Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP) dan mendorong peningkatan efektivitas manajemen
risiko (risk management),
pengendalian (control) dan
tata kelola (governance) organisasi
pemerintah.
Sebagai
Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Inspektorat Daerah memiliki peran
yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi dan tanggung jawab dalam
manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program
pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, Inspektorat Daerah
mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi
pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan program-program
pemerintah, Inspektorat Daerah menjadi pilar yang bertugas dalam melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan
Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota, berdasarkan
asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.
Fungsi
APIP yang berjalan dengan baik dapat mencegah kecurangan, menghasilkan keluaran
yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak pengawas eksternal, eksekutif
dan legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
daerah pada waktu yang akan datang. BPK dapat memanfaatkan hasil pengawasan
APIP terutama dari hasil reviu atas laporan keuangan pemerintah, mendukung manajemen
pemerintah daerah dalam pelaksanaan rekomendasi BPK dan perbaikan sistem
pengendalian internal. APIP yang profesional dan independen mendorong
peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan yang dapat
meningkatkan kewajaran laporan keuangan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 3
Peraturan Bupati Lebak Nomor 100 Tahun 2020 tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Inspektorat Daerah Kabupaten
Lebak dinyatakan bahwa tugas pokok Inspektorat Daerah adalah membantu Bupati dalam
membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah dan tugas pembantuan oleh Perangkat Daerah serta pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan desa. Dari tugas pokok tersebut terdapat 2 (dua)
peran penting bagi APIP dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu mengawasi dan membina. Fungsi pengawasan dan pembinaan tersebut yang secara
nomenklatur teknis sering dinamakan sebagai assurans dan consulting.
II.
PENGERTIAN
Istilah asurans bisa ditelusuri dari berbagai definisi. Istilah ini berasal
dari kata “assurance” yang dalam Kamus Oxford artinya “a positive declaration intended
to give confidence”, suatu pernyataan positif yang dimaksudkan untuk
memberikan keyakinan. Meski belum dikenal di Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), istilah ini telah dipakai dalam Undang-Undang Akuntan Publik (Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2011) untuk mendefinisikan jasa asurans, yaitu jasa yang
bertujuan untuk memberikan keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau
pengukuran informasi keuangan dan non keuangan berdasarkan suatu kriteria. Berbeda
dengan The Institute of Internal Auditors
(IIA), yang mendefinisikan jasa asurans sebagai penilaian bukti secara objektif
oleh auditor, dalam konteksi ini APIP memberikan kesimpulan/opini independen
terkait suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Hal
penting yang dapat disimpulkan dari berbagai definisi itu adalah bahwa kegiatan
asurans oleh APIP adalah menghasilkan pendapat/opini independen, yang diperoleh
melalui proses objektif dan bertujuan menambah kepercayaan atau keyakinan para
pihak yang memanfaatkannya.
B.
Consulting
Istilah konsultansi yang diterjemahkan dari kata “consulting” punya makna yang beda orientasinya
dibanding kata asurans. Apabila mengambil definisi dari Kamus Oxford, consulting bisa diartikan “the business of giving expert advice to other professionals”,
usaha memberikan saran ahli untuk profesional lainnya. Dalam KBBI, kata
konsultansi juga belum dikenal. Yang dikenal adalah kata “konsultasi”, yaitu
pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat, saran, dan
sebagainya) yang sebaik-baiknya. Namun kata konsultansi telah dipakai dalam
pengertian audit intern versi bahasa Indonesia pada situs Ikatan Internal
Auidit dan pengertian audit intern versi standar audit Asosiasi Auditor
Pemerintah Indonesia (AAIPI). Inti definisi konsultansi yang dibuat oleh kedua
organisasi profesi audit intern adalah kegiatan pemberian saran.
Secara esensi, makna consulting,
konsultansi, ataupun konsultasi adalah sejalan atau tidak bertentangan. Jadi
tak perlu diperdebatkan bila ada yang memakai istilah penugasan konsultansi
atau konsultasi. Semuanya, dalam konteks kegiatan audit intern, memiliki
orientasi yang sama yaitu memberikan saran ahli, bukan berupa opini. Saran ahli
menyiratkan tuntutan kompetensi profesional yang tinggi bagi APIP dalam menilai
suatu kondisi atau masalah. Hasil konsultansi sangat dinanti oleh pihak yang
meminta konsultansi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
C.
Perbedaan
Dalam praktik nyata audit intern, tak ada batas hitam putih yang memisahkan
tugas asurans dan konsultansi. Apalagi hanya dari sisi nomenklatur, Reding dalam
bukunya Internal Auditing: Assurance & Advisory Services
mengungkapkan bahwa mungkin saja keduanya tercampur (blended) dalam
satu penugasan. Suatu kegiatan reviu atau evaluasi oleh APIP bisa saja di
dalamnya mengandung unsur asurans dan konsultansi. Maka apabila jelas bagian
mana yang masuk asurans dan bagian mana yang masuk konsultansi, pelaporan
keduanya diharapkan terpisah. Sebagai rambu-rambu untuk membedakan asurans dan
konsultansi, minimal ada empat indikator yang dapat dipakai.
Indikator pertama adalah fokus tujuan penugasan. Pada penugasan asurans, fokus utamanya
adalah memberikan pendapat atau penilaian independen terhadap suatu entitas,
operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Saat memberikan asurans, APIP
bisa saja memberikan saran karena adanya kelemahan material yang ditemukan pada
obyek pemeriksaan atau auditi tapi itu bukan jadi tujuan utama. Sementara itu,
fokus tujuan penugasan konsultansi adalah memberikan saran, pelatihan dan/atau
fasilitasi terhadap suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek
lainnya. Dalam konsultansi, APIP tidak dituntut untuk memberikan suatu pendapat
atau penilaian independen.
Indikator kedua adalah penentu lingkup dan sifat penugasan. Untuk penugasan asurans, sifat
dan lingkup penugasan sepenuhnya ditentukan oleh APIP. Adapun penugasan
konsultansi umumnya ditentukan melalui kesepakatan antara pihak yang diberi
konsultansi dengan APIP, meski pada kondisi tertentu APIP dapat memutuskan
sendiri untuk melakukannya.
Indikator ketiga adalah pihak-pihak yang terlibat atau berkepentingan dengan penugasan.
Untuk penugasan asurans, ada tiga pihak yang terlibat yaitu obyek pemeriksaan /
auditi selaku pihak yang diperiksa/diaudit, APIP selaku pihak yang mengaudit
dan pihak ketiga yang memanfaatkan hasil kegiatan asurans, bisa manajemen
puncak atau lembaga pengawas (di swasta ada komite audit dan dewan komisaris),
sedangkan dalam penugasan konsultansi, yang terlibat hanya dua pihak yaitu
manajemen selaku klien/peminta/penerima saran dan APIP selaku pemberi saran.
Indikator keempat adalah format komunikasi hasilnya. Seluruh penugasan asurans bertujuan
akhir mengungkapkan opini/pendapat sehingga format komunikasinya relatif baku.
Sedangkan penugasan konsultansi mengomunikasikan hasil tugas sesuai dengan
tujuan dan lingkup yang disepakati. Hal ini menyebabkan bervariasinya format
komunikasi untuk tiap penugasan konsultansi. Ada yang komunikasinya formal, ada
pula yang informal, tergantung mana yang paling efektif dan efisien untuk
menyampaikan pesan.
Adalah hal yang penting untuk membedakan asurans dan konsultansi khususnya
bagi APIP, karena perbedaan keduanya akan menentukan strategi dan langkah kerja
pengawasan intern. Dalam best practices audit
intern, pembedaan keduanya juga sangat menentukan standar audit intern mana
yang harus diikuti oleh APIP.
D.
Permasalahan Dalam Implementasi
Walaupun pengkategorian tugas menjadi asurans dan konsultansi telah
diterima secara luas, namun penyatuan keduanya dalam satu wadah kegiatan pengawasan
intern sebenarnya menimbulkan dilema tersendiri karena asurans memerlukan
independensi dan objektivitas yang tinggi sehingga dalam praktiknya APIP perlu
“membatasi hubungan” dengan pihak yang diaudit (auditi). Hal ini berbeda dengan
konsultansi yang memerlukan “hubungan dekat” antara APIP dengan pihak yang
diberi konsultansi. Hubungan itu diperlukan agar rumusan solusi atau
rekomendasi APIP tepat sasaran, dapat diterima dan diterapkan dengan baik oleh
pihak yang diberi konsultansi. Hal ini tampaknya merupakan sebuah kondisi yang
berlawanan. APIP seperti bermuka dua,
kadang membatasi hubungan, kadang mengintensifkan hubungan, tergantung jenis
penugasannya.
Tantangan bagi APIP adalah memerankan tugas asurans dan konsultansi secara
berimbang. Terlalu berlebihan menjalankan tugas konsultansi berisiko mengurangi
independensi dan objektivitas APIP. Padahal itu menjadi standar dan etika
profesi yang mesti dijunjung tinggi (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia
/ SAIPI dan Kode Etik APIP) namun mengabaikan tugas konsultansi juga tidak
baik. APIP memiliki keahlian dan pengalaman yang lebih dalam memetakan risiko
dan menilai pengendalian organisasi. Karena itu perannya sangat dibutuhkan
dalam pengembangan atau perbaikan proses bisnis organisasi pemerintah.
Risiko independensi dan objektivitas sering mengemuka karena pelaksanaan
asurans dan konsultansi berpotensi menimbulkan kejadian mengaudit diri sendiri
(self-audit) bagi APIP. Maksudnya, bisa saja terjadi APIP
mengaudit bidang yang sebelumnya ia terlibat konsultansi di dalamnya sehingga
menimbulkan keraguan terhadap independensi dan objektivitasnya. Hal ini mungkin
terjadi pada kondisi dimana APIP turut menyetujui atau mengambil keputusan. Hal
ini merupakan tantangan yang benar-benar nyata dan berpotensi terjadi, sehingga
solusi yang paling mungkin adalah menghindarinya dengan cara menugaskan Fungsional
Pengawas (fungwas) yang berbeda, bisa berasal dari dalam unit APIP sendiri atau
meminta bantuan pihak luar. Jika terpaksa cara ini tak bisa dilakukan, fungwas
bersangkutan harus membuat pernyataan terbuka dan selanjutnya supervisi
terhadapnya perlu diperkuat untuk menjaga objektivitas.
III.
KESIMPULAN
Tugas APIP hakikatnya adalah melindungi organisasi, namun itu tidak berarti
APIP mengambil peran utama manajemen, dan juga tidak harus mengikuti apa saja
yang diinginkan manajemen. Peran konsultansi dapat membantu manajemen membangun
pengendalian yang efektif bagi organisasi. Karena itu saran dan rekomendasi APIP
perlu menjadi pertimbangan manajemen. Tapi dengan mengikuti saran atau
rekomendasi APIP tidak berarti tanggung jawab manajemen berpindah ke fungwas.
Konsekuensi pengambilan keputusan apapun yang dipilih manajemen tetap menjadi
tanggung jawab manajemen itu sendiri. Konsepsi demikian perlu benar-benar
dijaga jika diperlukan APIP pada organisasi tetap berdiri tegak sebagai tameng
organisasi. Jika tidak, peran asurans akan mati suri sehingga APIP hanya akan
menjadi “tukang stempel” keputusan manajemen.
Peran konsultansi adalah untuk mengeksplorasi manfaat (benefit) yang lebih besar, namun peran asurans tetap
diperlukan untuk meminimalkan terjadinya kerugian (loss) atau
kecurangan (fraud) sehingga keduanya sama-sama diperlukan dalam
menyelaraskan dan menjaga keseimbangan organisasi.
Sumber Bacaan :
1.
Reding, K. F., Sobel, P. J., Anderson, U.
L., Head, M. J., Ramamoorti, S., Salamasick, M., & Riddle, C. (2013). Internal Auditing: Assurance & Advisory Services (3
ed.). The IIARF.
2.
Reding dalam bukunya Internal Auditing: Assurance & Advisory Services;
3.
Kamus Oxford;
4.
Klikharso.com Memahami Tugas Asurans dan Konsultansi Audit Intern
5.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Akuntan Publik;
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah;
7.
Peraturan
Bupati Lebak Nomor 100 Tahun 2020 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas
dan Fungsi serta Tata Kerja Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak