MEMAHAMI FUNGSI ASSURANS DAN CONSULTING BAGI APARAT PENGAWAS INTERNAL PEMERINTAH (APIP)
Operator Itda | 29 Oktober 2024 | Dibaca 154 kali

MEMAHAMI FUNGSI ASSURANS DAN CONSULTING BAGI APARAT PENGAWAS INTERNAL PEMERINTAH (APIP)

 

I.            LATAR BELAKANG

Masyarakat mungkin tidak asing dengan lembaga negara bernama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan sebuah lembaga negara dengan tugas mengawasi penyelenggaraan pemerintah. Namun selain BPK, ada juga Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) sebagai sebuah lembaga pengawas internal, diantaranya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal pada Kementerian dan Lembaga serta Inspektorat Daerah Provinsi / Kabupaten / Kota. Pembentukan dua lembaga ini sesuai dengan kewenangannya bertujuan untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran  yang diharapkan.

Dengan adanya komitmen pemerintah untuk mewujudkan good governance maka kinerja atas penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi perhatian pemerintah untuk dibenahi, salah satunya melalui sistem pengawasan yang efektif, dengan meningkatkan peran dan fungsi dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP). Pengawasan intern ini dilakukan mulai dari proses audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan.

Sebagaimana amanat Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang mengamanatkan bahwa hasil akhir dari fungsi dan peran utama APIP adalah melakukan pengawasan dan pembinaan atas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan mendorong peningkatan efektivitas manajemen risiko (risk management), pengendalian (control) dan tata kelola (governance) organisasi pemerintah.

Sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP), Inspektorat Daerah memiliki peran yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek fungsi dan tanggung jawab dalam manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta program-program pemerintah. Dari segi fungsi-fungsi dasar manajemen, Inspektorat Daerah mempunyai kedudukan yang setara dengan fungsi perencanaan atau fungsi pelaksanaan. Sedangkan dari segi pencapaian visi, misi dan program-program pemerintah, Inspektorat Daerah menjadi pilar yang bertugas dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota dan pelaksanaan urusan pemerintahan Kabupaten/Kota, berdasarkan asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Fungsi APIP yang berjalan dengan baik dapat mencegah kecurangan, menghasilkan keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak pengawas eksternal, eksekutif dan legislatif dalam memperbaiki pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah pada waktu yang akan datang. BPK dapat memanfaatkan hasil pengawasan APIP terutama dari hasil reviu atas laporan keuangan pemerintah, mendukung manajemen pemerintah daerah dalam pelaksanaan rekomendasi BPK dan perbaikan sistem pengendalian internal. APIP yang profesional dan independen mendorong peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan yang dapat meningkatkan kewajaran laporan keuangan.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Bupati Lebak Nomor 100 Tahun 2020 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak dinyatakan bahwa tugas pokok Inspektorat Daerah adalah membantu Bupati dalam membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dan tugas pembantuan oleh Perangkat Daerah serta pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa. Dari tugas pokok tersebut terdapat 2 (dua) peran penting bagi APIP dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu mengawasi dan membina. Fungsi pengawasan dan pembinaan tersebut yang secara nomenklatur teknis sering dinamakan sebagai assurans dan consulting.

 

II.          PENGERTIAN

A.          Assurans

Istilah asurans bisa ditelusuri dari berbagai definisi. Istilah ini berasal dari kata “assurance” yang dalam Kamus Oxford artinya “a positive declaration intended to give confidence”, suatu pernyataan positif yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan. Meski belum dikenal di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah ini telah dipakai dalam Undang-Undang Akuntan Publik (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011) untuk mendefinisikan jasa asurans, yaitu jasa yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bagi pengguna atas hasil evaluasi atau pengukuran informasi keuangan dan non keuangan berdasarkan suatu kriteria. Berbeda dengan The Institute of Internal Auditors (IIA), yang mendefinisikan jasa asurans sebagai penilaian bukti secara objektif oleh auditor, dalam konteksi ini APIP memberikan kesimpulan/opini independen terkait suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Hal penting yang dapat disimpulkan dari berbagai definisi itu adalah bahwa kegiatan asurans oleh APIP adalah menghasilkan pendapat/opini independen, yang diperoleh melalui proses objektif dan bertujuan menambah kepercayaan atau keyakinan para pihak yang memanfaatkannya.

 

B.          Consulting

Istilah konsultansi yang diterjemahkan dari kata “consulting” punya makna yang beda orientasinya dibanding kata asurans. Apabila mengambil definisi dari Kamus Oxfordconsulting bisa diartikan “the business of giving expert advice to other professionals”, usaha memberikan saran ahli untuk profesional lainnya. Dalam KBBI, kata konsultansi juga belum dikenal. Yang dikenal adalah kata “konsultasi”, yaitu pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasihat, saran, dan sebagainya) yang sebaik-baiknya. Namun kata konsultansi telah dipakai dalam pengertian audit intern versi bahasa Indonesia pada situs Ikatan Internal Auidit dan pengertian audit intern versi standar audit Asosiasi Auditor Pemerintah Indonesia (AAIPI). Inti definisi konsultansi yang dibuat oleh kedua organisasi profesi audit intern adalah kegiatan pemberian saran.


Secara esensi, makna consulting, konsultansi, ataupun konsultasi adalah sejalan atau tidak bertentangan. Jadi tak perlu diperdebatkan bila ada yang memakai istilah penugasan konsultansi atau konsultasi. Semuanya, dalam konteks kegiatan audit intern, memiliki orientasi yang sama yaitu memberikan saran ahli, bukan berupa opini. Saran ahli menyiratkan tuntutan kompetensi profesional yang tinggi bagi APIP dalam menilai suatu kondisi atau masalah. Hasil konsultansi sangat dinanti oleh pihak yang meminta konsultansi untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

 

C.          Perbedaan

Dalam praktik nyata audit intern, tak ada batas hitam putih yang memisahkan tugas asurans dan konsultansi. Apalagi hanya dari sisi nomenklatur, Reding dalam bukunya Internal Auditing: Assurance & Advisory Services mengungkapkan bahwa mungkin saja keduanya tercampur (blended) dalam satu penugasan. Suatu kegiatan reviu atau evaluasi oleh APIP bisa saja di dalamnya mengandung unsur asurans dan konsultansi. Maka apabila jelas bagian mana yang masuk asurans dan bagian mana yang masuk konsultansi, pelaporan keduanya diharapkan terpisah. Sebagai rambu-rambu untuk membedakan asurans dan konsultansi, minimal ada empat indikator yang dapat dipakai. 

 

Indikator pertama adalah fokus tujuan penugasan. Pada penugasan asurans, fokus utamanya adalah memberikan pendapat atau penilaian independen terhadap suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Saat memberikan asurans, APIP bisa saja memberikan saran karena adanya kelemahan material yang ditemukan pada obyek pemeriksaan atau auditi tapi itu bukan jadi tujuan utama. Sementara itu, fokus tujuan penugasan konsultansi adalah memberikan saran, pelatihan dan/atau fasilitasi terhadap suatu entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau subjek lainnya. Dalam konsultansi, APIP tidak dituntut untuk memberikan suatu pendapat atau penilaian independen. 

 

Indikator kedua adalah penentu lingkup dan sifat penugasan. Untuk penugasan asurans, sifat dan lingkup penugasan sepenuhnya ditentukan oleh APIP. Adapun penugasan konsultansi umumnya ditentukan melalui kesepakatan antara pihak yang diberi konsultansi dengan APIP, meski pada kondisi tertentu APIP dapat memutuskan sendiri untuk melakukannya. 

 

Indikator ketiga adalah pihak-pihak yang terlibat atau berkepentingan dengan penugasan. Untuk penugasan asurans, ada tiga pihak yang terlibat yaitu obyek pemeriksaan / auditi selaku pihak yang diperiksa/diaudit, APIP selaku pihak yang mengaudit dan pihak ketiga yang memanfaatkan hasil kegiatan asurans, bisa manajemen puncak atau lembaga pengawas (di swasta ada komite audit dan dewan komisaris), sedangkan dalam penugasan konsultansi, yang terlibat hanya dua pihak yaitu manajemen selaku klien/peminta/penerima saran dan APIP selaku pemberi saran.

 

Indikator keempat adalah format komunikasi hasilnya. Seluruh penugasan asurans bertujuan akhir mengungkapkan opini/pendapat sehingga format komunikasinya relatif baku. Sedangkan penugasan konsultansi mengomunikasikan hasil tugas sesuai dengan tujuan dan lingkup yang disepakati. Hal ini menyebabkan bervariasinya format komunikasi untuk tiap penugasan konsultansi. Ada yang komunikasinya formal, ada pula yang informal, tergantung mana yang paling efektif dan efisien untuk menyampaikan pesan.

 

Adalah hal yang penting untuk membedakan asurans dan konsultansi khususnya bagi APIP, karena perbedaan keduanya akan menentukan strategi dan langkah kerja pengawasan intern. Dalam best practices audit intern, pembedaan keduanya juga sangat menentukan standar audit intern mana yang harus diikuti oleh APIP.

 

D.          Permasalahan Dalam Implementasi

Walaupun pengkategorian tugas menjadi asurans dan konsultansi telah diterima secara luas, namun penyatuan keduanya dalam satu wadah kegiatan pengawasan intern sebenarnya menimbulkan dilema tersendiri karena asurans memerlukan independensi dan objektivitas yang tinggi sehingga dalam praktiknya APIP perlu “membatasi hubungan” dengan pihak yang diaudit (auditi). Hal ini berbeda dengan konsultansi yang memerlukan “hubungan dekat” antara APIP dengan pihak yang diberi konsultansi. Hubungan itu diperlukan agar rumusan solusi atau rekomendasi APIP tepat sasaran, dapat diterima dan diterapkan dengan baik oleh pihak yang diberi konsultansi. Hal ini tampaknya merupakan sebuah kondisi yang berlawanan. APIP seperti bermuka dua, kadang membatasi hubungan, kadang mengintensifkan hubungan, tergantung jenis penugasannya.

 

Tantangan bagi APIP adalah memerankan tugas asurans dan konsultansi secara berimbang. Terlalu berlebihan menjalankan tugas konsultansi berisiko mengurangi independensi dan objektivitas APIP. Padahal itu menjadi standar dan etika profesi yang mesti dijunjung tinggi (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia / SAIPI dan Kode Etik APIP) namun mengabaikan tugas konsultansi juga tidak baik. APIP memiliki keahlian dan pengalaman yang lebih dalam memetakan risiko dan menilai pengendalian organisasi. Karena itu perannya sangat dibutuhkan dalam pengembangan atau perbaikan proses bisnis organisasi pemerintah.

 

Risiko independensi dan objektivitas sering mengemuka karena pelaksanaan asurans dan konsultansi berpotensi menimbulkan kejadian mengaudit diri sendiri (self-audit) bagi APIP. Maksudnya, bisa saja terjadi APIP mengaudit bidang yang sebelumnya ia terlibat konsultansi di dalamnya sehingga menimbulkan keraguan terhadap independensi dan objektivitasnya. Hal ini mungkin terjadi pada kondisi dimana APIP turut menyetujui atau mengambil keputusan. Hal ini merupakan tantangan yang benar-benar nyata dan berpotensi terjadi, sehingga solusi yang paling mungkin adalah menghindarinya dengan cara menugaskan Fungsional Pengawas (fungwas) yang berbeda, bisa berasal dari dalam unit APIP sendiri atau meminta bantuan pihak luar. Jika terpaksa cara ini tak bisa dilakukan, fungwas bersangkutan harus membuat pernyataan terbuka dan selanjutnya supervisi terhadapnya perlu diperkuat untuk menjaga objektivitas.

 

III.         KESIMPULAN

Tugas APIP hakikatnya adalah melindungi organisasi, namun itu tidak berarti APIP mengambil peran utama manajemen, dan juga tidak harus mengikuti apa saja yang diinginkan manajemen. Peran konsultansi dapat membantu manajemen membangun pengendalian yang efektif bagi organisasi. Karena itu saran dan rekomendasi APIP perlu menjadi pertimbangan manajemen. Tapi dengan mengikuti saran atau rekomendasi APIP tidak berarti tanggung jawab manajemen berpindah ke fungwas. Konsekuensi pengambilan keputusan apapun yang dipilih manajemen tetap menjadi tanggung jawab manajemen itu sendiri. Konsepsi demikian perlu benar-benar dijaga jika diperlukan APIP pada organisasi tetap berdiri tegak sebagai tameng organisasi. Jika tidak, peran asurans akan mati suri sehingga APIP hanya akan menjadi “tukang stempel” keputusan manajemen.

 

Peran konsultansi adalah untuk mengeksplorasi manfaat (benefit) yang lebih besar, namun peran asurans tetap diperlukan untuk meminimalkan terjadinya kerugian (loss) atau kecurangan (fraud) sehingga keduanya sama-sama diperlukan dalam menyelaraskan dan menjaga keseimbangan organisasi.

 

 

Sumber Bacaan :

1.           Reding, K. F., Sobel, P. J., Anderson, U. L., Head, M. J., Ramamoorti, S., Salamasick, M., & Riddle, C. (2013). Internal Auditing: Assurance & Advisory Services (3 ed.). The IIARF.

2.           Reding dalam bukunya Internal Auditing: Assurance & Advisory Services;

3.           Kamus Oxford;

4.           Klikharso.com Memahami Tugas Asurans dan Konsultansi Audit Intern

5.           Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik;

6.           Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah;

7.           Peraturan Bupati Lebak Nomor 100 Tahun 2020 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Inspektorat Daerah Kabupaten Lebak

 

 

BAGIKAN :